Pendahuluan: Polemik Organisasi Tinju Amatir di Indonesia
Di dunia olahraga, konsistensi organisasi, pengakuan internasional, dan hubungan antar lembaga sangat krusial untuk membina prestasi atlet. Belakangan, cabang olahraga tinju amatir Indonesia menjadi sorotan karena muncul isu dualisme organisasi — keberadaan dua lembaga yang sama-sama mengklaim menjadi induk tinju amatir di Indonesia.
Namun, menurut Komite Olimpiade Indonesia (KOI), hanya satu organisasi yang diakui secara internasional dalam tinju amatir Indonesia, yaitu Pengurus Besar Tinju Indonesia (Perbati). Pernyataan ini dibuat untuk menegaskan bahwa meski organisasi lain mungkin eksis secara lokal, dalam tatanan olahraga prestasi global, hanya satu badan yang memiliki legitimasi untuk berafiliasi dengan federasi tinju di tingkat dunia.
Artikel ini akan mengurai latar belakang dualisme tinju di Indonesia, posisi Perbati, pandangan lembaga-lembaga terkait, tantangan yang dihadapi, serta prospek ke depan.
Sejarah & Latar Belakang Konflik Organisasi Tinju
Perbati: Organisasi Resmi Tinju Amatir Nasional
Perbati adalah organisasi yang mengklaim sebagai induk tinju amatir Indonesia yang terafiliasi dengan federasi internasional tinju. Pada tahun 2025, pengurus baru Perbati periode 2025–2029 dilantik, dengan Ray Zulham Farras Nugraha sebagai Ketua Umum.
Dalam Rakernas Perbati di Bali (Oktober 2025), Perbati menegaskan komitmen untuk memperkuat ekosistem pembinaan tinju nasional, mulai dari level daerah hingga internasional.
Perbati sudah memiliki pengakuan dari federasi internasional yang relevan di cabang tinju amatir melalui struktur pengakuan berjenjang: World Boxing → Asian Boxing → Perbati. Dengan pengakuan ini, hanya Perbati yang dianggap resmi dalam tatanan olahraga dunia. KOI pun mengakui Perbati sebagai anggota resmi dalam struktur olahraga prestasi nasional.
Karena itu, setiap lembaga lain yang mengklaim posisi induk tinju amatir harus memperoleh pengakuan dari federasi internasional agar bisa dianggap sah.
Pertina & Keinginan Konsolidasi
Di sisi lain, ada organisasi bernama Persatuan Tinju Amatir Indonesia (Pertina). KONI (Komite Olahraga Nasional Indonesia) menyebut bahwa pengelolaan tinju di Indonesia selama ini diwarnai dualisme kepengurusan, karena KONI sendiri mengakui Pertina sebagai anggota untuk cabang tinju.
Sekretaris Jenderal KONI, Tubagus Ade Lukman Jayadi, menyatakan bahwa ia berharap Pertina dan Perbati bisa bersatu dalam membina olahraga tinju agar tidak terjadi fragmentasi kepengurusan.
Sementara itu, pihak Pertina meminta agar Menteri Pemuda dan Olahraga (Menpora) Erick Thohir ikut turun tangan menyelesaikan polemik keberadaan organisasi tinju ini.
Namun, KOI menegaskan bahwa dari aspek pengakuan internasional, hanya Perbati yang memiliki afiliasi sah dengan badan tinju dunia.
Argumen: “Tidak Ada Dualisme” — Perspektif KOI & Perbati
Menurut Ketua KOI, Raja Sapta Oktohari, prinsip pengakuan organisasi olahraga prestasi internasional mensyaratkan bahwa sebuah federasi nasional harus diakui oleh federasi dunia di cabang tersebut. Dalam kasus tinju amatir, federasi internasional yang diakui IOC adalah World Boxing (WB). WB mengakui Asian Boxing untuk kawasan Asia. Selanjutnya, Asian Boxing mengakui Perbati sebagai organisasi resmi tinju amatir di Indonesia.
Okto menegaskan: “Berkumpul dan berserikat adalah hak tiap warga negara, termasuk mendirikan organisasi olahraga. Namun, untuk menjadi bagian dari sistem olahraga dunia di bawah IOC, organisasi harus diakui oleh federasi internasional resmi.”
Dengan pola pengakuan tersebut, Perbati menjadi satu-satunya badan yang dapat mengirim atlet ke ajang internasional tinju amatir di bawah naungan IOC atau federasi tinju dunia. OKI tidak mengakui organisasi lain dalam aspek prestasi tinggi.
Dengan demikian, pernyataan bahwa “tidak ada dualisme organisasi tinju amatir di Indonesia yang diakui internasional” mengacu pada fakta bahwa pada ranah olahraga prestasi global, hanya satu organisasi yang memiliki afiliasi sah.
Kontradiksi & Tantangan: Realitas Di Lapangan
Meskipun KOI dan Perbati menegaskan tidak ada dualisme dari sisi pengakuan internasional, kenyataannya di internal olahraga Indonesia masih terdapat konflik dan tumpang tindih:
-
Pengakuan KONI terhadap Pertina
KONI mengakui Pertina sebagai federasi tinju nasional dalam struktur olahraga Indonesia. Hal ini menciptakan ketidaksesuaian antara pengakuan dari KONI (lembaga olahraga nasional) dan pengakuan dari lembaga internasional (federasi dunia tinju).Sekjen KONI, Ade Lukman, menyebut bahwa dari sisi KONI, Pertina adalah federasi tinju yang sah secara nasional. Namun ia juga mengakui bahwa secara internasional Perbati yang memiliki afiliasi resmi.
-
Basis dan Jejak Organisasi di Daerah
Pihak Pertina memiliki struktur pengurus dan jaringan di tingkat provinsi/kabupaten, atlet, pelatih, dan peran aktif di grassroot. Ada kekhawatiran bahwa jika organisasi yang diakui secara internasional (Perbati) tidak memiliki struktur yang kuat di daerah, hal ini bisa mempengaruhi pembinaan atlet lokal.KONI juga menyebut bahwa Perbati belum memiliki basis atlet dan pengurus di daerah sekuat Pertina, sehingga penggabungan atau rekonsiliasi organisasi dibutuhkan agar tidak ada organisasi keras yang kosong di wilayah lokal.
-
Kepentingan Politik & Ego Sektoral
Konflik antar organisasi olahraga seringkali dipengaruhi oleh kepentingan politik lokal dan nasional. Kelompok atau individu dengan pengaruh di daerah mungkin ingin mempertahankan kewenangan atau posisi strategis dalam kepengurusan tinju. -
Dampak pada Atlet & Kejuaraan
Atlet bisa menjadi korban konflik organisasi — bingung ke mana berafiliasi, akibatnya hak untuk berpartisipasi di kompetisi internasional bisa dihambat jika mereka berada di organisasi yang tidak diakui. Misalnya, jika atlet anggota Pertina tapi organisasi ini tidak diakui di ranah dunia, atlet mungkin tidak dapat dikirim ke kejuaraan internasional atau Olimpiade. -
Ketidakseragaman Kebijakan
Perbedaan regulasi, pembinaan, kompetisi, dan standar antarfederasi dapat menimbulkan ketidakpastian. Atlet di daerah yang berada di bawah organisasi yang tidak diakui internasional mungkin memiliki akses fasilitas, dana, atau keikutsertaan yang lebih rendah. -
Validitas Pengakuan Internasional
Pengakuan federasi internasional bukanlah sekadar tanda tangan — butuh kepatuhan terhadap regulasi internasional, standar anti-doping, transparansi organisasi, manajemen kompetisi, dan hubungan antarnegara. Jika organisasi lokal tidak mampu menjalankan fungsi-fungsi ini, pengakuan bisa dicabut atau dipersulit.
Dampak dari Konflik Organisasi Tinju
Konflik dualisme organisasi tinju amatir Indonesia membawa sejumlah konsekuensi:
-
Ketidakpastian bagi atlet dan pelatih: mereka harus memilih organisasi mana yang mendukung karier, dan bisa kehilangan kesempatan jika salah memilih.
-
Fragmentasi sumber daya: pendanaan, fasilitas, pelatihan bisa tersebar tipis antara dua organisasi, sehingga tidak optimal digunakan.
-
Turunnya reputasi tinju nasional: konflik internal dapat mengurangi kepercayaan pihak eksternal (pemerintah, sponsor, federasi internasional) terhadap tata kelola tinju Indonesia.
-
Hambatan diplomatik & federasi internasional: federasi dunia mungkin enggan bekerja sama atau hanya bekerja dengan satu organisasi, menyulitkan organisasi lain untuk berafiliasi.
-
Risiko konflik berkelanjutan: jika tidak diselesaikan, konflik institusional bisa menghambat kemajuan tinju Indonesia jangka panjang.
Upaya Konsolidasi & Solusi
Beberapa pihak telah menyuarakan upaya untuk menyelesaikan konflik ini:
-
Rekomendasi KONI agar Pertina & Perbati bersatu
Sekjen KONI menyatakan keinginan agar kedua organisasi menyatu dan bersama-sama membina cabang tinju demi kepentingan atlet dan olahraga Indonesia. -
Intervensi Pemerintah / Menpora
Pertina meminta Menpora Erick Thohir untuk turun tangan menyelesaikan polemik tersebut, terutama setelah pihaknya tidak lagi diakui oleh KOI.
Pemerintah sudah mengambil langkah untuk mencabut Permenpora No. 14 Tahun 2024 terkait standar tata kelola organisasi olahraga prestasi, sebagai bagian dari evaluasi kebijakan olahraga nasional. -
Penguatan Tata Kelola & Profesionalisme Perbati
Perbati menegaskan komitmen untuk membangun ekosistem pembinaan tinju nasional yang berkelanjutan, memperkuat peranan pelatih, pembibitan atlet di daerah, dan kolaborasi internasional.
Dalam Rakernas Perbati, perhatian diberikan pada sinergi, pembinaan, dan produksi kebijakan yang mendukung prestasi.
4. Dialog & Rekonsiliasi Organisasi
Dialog terbuka antara Perbati dan Pertina dibutuhkan untuk merumuskan mekanisme konsolidasi — apakah melalui merger, integrasi struktur, atau penyatuan visi pembinaan tinju.
Federasi internasional juga dapat dilibatkan sebagai mediator untuk memastikan bahwa organisasi nasional sesuai dengan standar dan pengakuan global. -
Keterlibatan Atlet & Stakeholder Grassroot
Atlet, klub lokal, pelatih, dan masyarakat olahraga tinju perlu dilibatkan suara mereka agar organisasi yang terpilih benar-benar mewakili kepentingan fungsional di lapangan.
Transparansi dan akuntabilitas penting agar proses rekonsiliasi tidak menimbulkan kecurigaan bahwa organisasi dipaksakan dari atas.
Mengapa Harus Hanya Satu Organisasi untuk Tinju Amatir?
Beberapa alasan mengapa dalam olahraga prestasi internasional tiap cabang biasanya diatur oleh satu federasi nasional:
-
Kepatuhan terhadap sistem olahraga dunia
Federasi Internasional (seperti World Boxing) ingin bekerja dengan satu entitas nasional untuk memudahkan koordinasi, standar, kompetisi, dan kepatuhan regulasi. -
Standardisasi regulasi & kompetisi
Jika ada lebih dari satu organisasi, aturan kompetisi, regulasi nasional, pelatihan, standar wasit, dan aturan teknis bisa berbeda antar organisasi — menyulitkan integrasi di tinju internasional. -
Efisiensi sumber daya & investasi
Dengan satu federasi, dana, fasilitas, pelatihan, dan kejuaraan bisa dikelola secara terpusat agar lebih optimal. -
Representasi tunggal di ajang internasional
IOC, federasi dunia, dan ajang multievent menerima hanya satu perwakilan nasional per cabang olahraga. Bila terdapat lebih dari satu badan yang mengklaim, hanya organisasi yang diakui secara internasional yang dapat mengirim atlet. -
Kepastian bagi atlet & pelatih
Jika hanya satu organisasi yang memiliki legitimasi internasional, atlet dan pelatih dapat fokus pada pembinaan dan kompetisi tanpa was-was organisasi mana yang “benar”.
Prospek & Langkah Ke Depan
-
Penyelesaian institusional segera
Agar atlet tidak menjadi korban konflik, penyelesaian organisasi tinju harus dilakukan dalam waktu dekat agar ada kepastian struktur pembinaan. -
Merger atau integrasi
Pertina dan Perbati perlu duduk bersama untuk merumuskan jalan penyatuan. Jika memungkinkan, satu struktur organisasi tinju nasional yang diakui oleh federasi dunia, dengan representasi daerah yang memadai. -
Penyesuaian regulasi olahraga nasional
Pemerintah dan Kemenpora perlu meninjau regulasi pengakuan organisasi olahraga untuk menghindari konflik semacam ini di masa depan. -
Pemenuhan standar internasional
Organisasi tinju nasional yang sah harus memastikan kepatuhan terhadap standar anti doping, regulasi kompetisi, transparansi finansial, manajemen atlet, dan hubungan internasional. -
Pendalaman di daerah
Federasi nasional harus memperkuat struktur organisasi di provinsi, kabupaten, dan kota agar pembinaan atlet di grassroots merata dan solid. -
Pengawasan & akuntabilitas
Organisasi yang sah harus dibuka akses akuntabilitas kepada publik dan stakeholder agar kecurigaan konflik kepentingan dapat diminimalkan.
Kesimpulan
Meskipun di permukaan terdapat dualisme organisasi tinju amatir di Indonesia — yaitu eksistensi Pertina dan Perbati — dari perspektif pengakuan internasional hanya Perbati yang memiliki legitimasi sebagai induk organisasi tinju amatir nasional untuk ajang olahraga prestasi. KOI secara tegas menyatakan tidak ada dualisme dalam konteks pengakuan internasional olahraga.
Konflik ini tetap nyata dalam ranah nasional karena KONI mengakui Pertina, organisasi lokal yang memiliki basis di daerah dan akar rumput.
Agar tinju Indonesia bisa maju dan atlet tidak dirugikan, dibutuhkan upaya konsolidasi, rekonsiliasi organisasi, intervensi regulasi, dan komitmen semua pihak agar hanya satu badan dengan legitimasi internasional berperan. Hanya dengan struktur tunggal yang sah dan berfungsi optimal maka pembinaan, prestasi, dan kepercayaan dalam dunia tinju Indonesia dapat pulih dan berkembang ke level global.
